Jumat, 17 Desember 2010

DEFINISI PARIWISATA: berbagai sudut pandang

Posting saya yang pertama ini sebenarnya sudah banyak dibahas blog-blog tentang pariwisata lainnya. Tapi rasanya, belum ada yang melihat definisi pariwisata dari berbagai dimensi. Semoga sharing saya yang pertama ini bisa menyamakan persepsi kita tentang apa itu pariwisata, yang ternyata tidak hanya sekedar 'bersenang-senang'.. Selamat membaca..


Definisi tentang pariwisata yang berkembang di dunia sangat beragam, multidimensi, dan sangat terkait dengan latar belakang keilmuan pencetusnya. Pada dasarnya, definisi-definisi tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu yang melihat pariwisata dari sisi demand saja, sisi supply saja, dan yang sudah menggabungkan sisi demand dan supply.


Kategori pertama merupakan definisi pariwisata yang didekati dari sisi wisatawan, sangat kental dengan dimensi spasial (tempat dan jarak). Kategori kedua merupakan definisi pariwisata yang dipandang dari dimensi industri/bisnis, sedangkan kategori ketiga memandang pariwisata dari dimensi akademis dan sosial budaya.
1.     DIMENSI SPASIAL
Definisi pariwisata yang dipandang dari dimensi spasial merupakan definisi yang berkembang lebih awal dibandingkan definisi-definisi lainnya (Gartner, 1996: 4). Dimensi ini menekankan definisi pariwisata pada pergerakan wisatawan ke suatu tempat yang jauh dari lingkungan tempat tinggal dan atau tempat kerjanya untuk waktu yang sementara, seperti yang dikemukakan oleh Airey pada tahun 1981 (Smith and French, 1994: 3):
“Tourism is the temporary short-term movement of people to destinations outside the places where they normally live and work, and their activities during their stay at these destinations”.
Selain pergerakan ke tempat yang jauh dari lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja, Airey menambahkan kegiatan wisatawan selama berada di destinasi pariwisata sebagai bagian dari pariwisata.
Definisi pariwisata yang dikemukan oleh World Tourism Organization (WTO) pun memfokuskan pada sisi demand dan dimensi spasial, dengan menetapkan dimensi waktu untuk perjalanan yang dilakukan wisatawan, yaitu tidak lebih dari satu tahun berturut-turut.
“Tourism comprises the activities of persons travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes not related to the exercise of an activity remunerated from within the place visited”. (www.world-tourism.org diunduh tanggal 17 Agustus 2010)
Definisi WTO di atas juga menekankan pada tujuan perjalanan yang dilakukan, yaitu untuk leisure, bisnis, dan tujuan lain yang tidak terkait dengan kegiatan mencari uang di tempat yang dikunjunginya.
Beberapa definisi lain juga menetapkan nilai-nilai tertentu untuk jarak tempuh dan lama perjalanan, yang biasanya dikembangkan untuk memudahkan perhitungan statistik pariwisata:
-        Committee of Statistical Experts of the League Nations (1937) menetapkan waktu paling sedikit 24 jam bagi perjalanan yang dikategorikan perjalanan wisata. (Gartner, 1996: 5)
-        The United States National Tourism Resources Review Commission (1973) menetapkan jarak paling sedikit 50 mil untuk perjalanan wisata. (ibid)
-        United States Census Bureau (1989) menetapkan angka 100 mil untuk perjalanan yang dikategorikan sebagai perjalanan wisata. (ibid)
-        Canada mensyaratkan jarak 25 mil untuk mengategorikan perjalanan wisata. (ibid)
-        Biro Pusat Statistik Indonesia menetapkan angka lama perjalanan tidak lebih dari 6  bulan dan jarak tempuh paling sedikit 100 km untuk perjalanan wisata. (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003: I-6)
Definisi pariwisata dari dimensi spasial ini di Indonesia didefinisikan sebagai kegiatan wisata, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Kepariwisataan No. 10 tahun 2009 pasal 1, yaitu kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
2.     DIMENSI INDUSTRI/BISNIS
Dari sisi supply, pariwisata lebih banyak dilihat sebagai industri/bisnis. Buku-buku yang membahas tentang definisi pariwisata dari dimensi ini merupakan buku dengan topik bahasan manajemen atau pemasaran.
Definisi pariwisata yang dipandang dari dimensi industri/bisnis memfokuskan pada keterkaitan antara barang dan jasa untuk memfasilitasi perjalanan wisata.
Smith, 1988 (Seaton and Bennett 1996: 4) mendefinisikan pariwisata sebagai kumpulan usaha yang menyediakan barang dan jasa untuk memfasilitasi kegiatan bisnis, bersenang-senang, dan memanfaatkan waktu luang yang dilakukan jauh dari lingkungan tempat tinggalnya.
“..the aggregate of all businesses that directly provide goods or services to facilitate business, pleasure, and leisure activities away from the home environment”.
Sementara itu, Craig-Smith and French (1994: 2) mendefinisikan pariwisata sebagai keterkaitan antara barang dan jasa yang dikombinasikan untuk menghasilkan pengalaman berwisata.
 “..a series of interrelated goods and services which combined make up the travel experience”.
Definisi pariwisata sebagai industri/bisnis inilah yang di dalam Undang-Undang Kepariwisataan No. 10 tahun 2009 didefinisikan sebagai pariwisata, yaitu berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.
3.     DIMENSI AKADEMIS
Dimensi akademis, mendefinisikan pariwisata secara lebih luas, tidak hanya melihat salah satu sisi (supply atau demand), tetapi melihat keduanya sebagai dua aspek yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Pariwisata dari dimensi ini didefinisikan sebagai studi yang mempelajari perjalanan manusia keluar dari lingkungannya, juga termasuk industri yang merespon kebutuhan manusia yang melakukan perjalanan, lebih jauh lagi dampak yang ditimbulkan oleh pelaku perjalanan maupun industri terhadap lingkungan sosial budaya, ekonomi, maupun lingkungan fisik setempat. Definisi tersebut dikemukakan oleh Jafar Jafari, 1977 (Gartner, 1996: 7).
“Tourism is a study of man away from his usual habitat, of the industry which responds to his needs and of the impacts that both he and the industry have on the host sosiocultural, economic and physical environment”.
Definisi Jafar Jafari ini mengeliminasi dimensi spasial sebagai faktor pembatas perjalanan wisata. Definisi tersebut menyatakan bahwa begitu seseorang melakukan perjalanan meninggalkan lingkungannya (tempat tinggal, tempat kerja), dia sudah dinyatakan melakukan perjalanan wisata.
4.     DIMENSI SOSIAL BUDAYA
Definisi pariwisata dari dimensi sosial budaya menitikberatkan perhatian pada: 1) upaya memenuhi kebutuhan wisatawan dengan berbagai karakteristiknya, seperti definisi yang dikemukakan oleh Mathieson and Wall, 1982 (Gunn, 2002: 9) berikut ini:
 “Tourism is the temporary movement of people to destinations outside their normal places of work and residence, the activities undertaken during their stay in those destinations, and the facilities created to cater to their needs”.
            Definisi lainnya juga dikemukakan oleh Chadwick, 1994 (ibid) sebagai berikut:
“…identified three main concepts: the movement of people; a sector of the economy or industry; and a broad system of interacting relationship of people, their needs, and services that respond to these needs”.
2) interaksi antara elemen lingkungan fisik, ekonomi, dan sosial budaya, seperti yang dikemukakan oleh Leiper, 1981 (Gartner, 1996: 6) yang mendefinisikan pariwisata sebagai
“an open system of five elements interacting with broader environments; the human element; tourists; three geographical elements: generating region, transit route, and destination region; and an economic element, the tourist industry. The five are arranged in functional and spatial connection, interacting with physical, technological, social, cultural, economic, and political factors. The dynamic element comprises persons undertaking travel which is to some extent, leisure-based and which involves a temporary stay away from home of at least one night”.
Definisi lain yang lebih sederhana dikemukakan oleh Hunziker, 1951 (French, Craig-Smith, Collier, 1995: 3), yang mendefinisikan pariwisata sebagai berikut
“.. the sum of the phenomena and relationship arising from the travel and stay of non-residents, in so far as the do not lead to permanent residence and are not connected with any earning activity”.
3) kerangka sejarah dan budaya, seperti yang dikemukakan oleh MacCannell, 1992 (Herbert, 1995: 1) berikut ini
“Tourism is not just an aggregate of merely commercial activities; it is also an ideological framing of history, nature and tradition; a framing that has the power to reshape culture and nature to its own needs”.

Definisi pariwisata dari dimensi akademis dan dimensi sosial budaya yang memandang pariwisata secara lebih luas, di Indonesia dikenal dengan istilah kepariwisataan (UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan), yaitu keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesame wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha.
5.     KESIMPULAN
Berdasarkan definisi-definisi yang dijelaskan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa elemen-elemen penting yang menjadi fokus perhatian pada istilah pariwisata untuk masing-masing dimensi adalah:
Pariwisata
DIMENSI SPASIAL
DIMENSI INDUSTRI/ BISNIS
DIMENSI AKADEMIS
DIMENSI SOSIAL BUDAYA
-    Perjalanan manusia ke luar lingkungan tempat tinggal dan tempat kerjanya
-    Waktu sementara
Keterkaitan antara barang dan jasa
untuk membentuk pengalaman berwisata

Studi:
-    Perjalanan manusia ke luar lingkungan yang biasa ditinggalinya
-    Industri untuk melayani kebutuhan wisatawan
-    Dampak yang ditimbulkan
-    Pemenuhan kebutuhan wisatawan
-    Interaksi antara lingkungan fisik, ekonomi, sosial budaya
-    Kerangka pembentuk sejarah, alam, dan budaya

Dari definisi-definisi tersebut, saya mencoba mengambil satu kesimpulan tentang definisi pariwisata, yaitu:

Sistem yang mengaitkan antara lingkungan fisik, ekonomi, dan sosial budaya, dan industri dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan perjalanan seseorang yang dilakukan ke luar lingkungan tempat tinggal atau tempat kerjanya dengan motivasi selain mencari nafkah di tempat tujuannya, dan sekaligus mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan terhadap alam dan budaya.




DAFTAR PUSTAKA
___________, (2003): Studi Analisis Potensi Pasar Wisatawan Nusantara (Studi Kasus: Bali), Laporan Akhir, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta.
________________ : Definition of Tourism, www.world-tourism.org, diunduh tanggal 17 Agustus 2010.
Craig-Smith, Stephen dan French, Christine, (1994): Learning to Live with Tourism, Longman, Melbourne.
French, Christine N, Craig-Smith, Stephen J., Collier, Alan, (1995): Principles of Tourism, Longman, Melbourne.
Gartner, William C., (1996): Tourism Development (Principles, Processes, and Policies), Van Nostrand Reinhold, New York.
Gunn, Clare A., (2002): Tourism Planning (Basisc, Concepts, Cases), Routledge, New York.
Herbert, David T., (1995): Heritage Places, Leisure and Tourism, 1-20 dalam Herbert, David T., Heritage, Tourism, and Society, 228 p., Pinter, Great Britain.
Seaton, A.V., (1996): The Marketing Concept in Tourism, 3-27 dalam Seaton, A.V. dan Bennett, M.M., Marketing Tourism Products, 540 p., International Thomson Business Press, London.
Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

3 komentar:

  1. Bagus nih artikelnya, mohon ijin nih mbak untuk saya muat di blog saya....(saya tunggu jawaban dulu baru saya comot). Thanks mbak Yani!

    BalasHapus
  2. Saya jadikan referensi tks. Sukses buat Yani

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillaah...silakan, Mas.... sukses juga buat Mas

      Hapus